Senin, 17 Oktober 2011

Dr.Hj. Betty Natalie Fitriatin A., Ir., MP., Kembangkan Bakteri Mikroba Untuk Tingkatkan Produktivitas Lahan Marginal


[Unpad.ac.id, 14/10/2011] Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa Indonesia memiliki lahan Ultisol yang cukup luas, sekira 25% dari total luas daratan Indonesia, diantaranya adalah tanah di  Jatinangor, Sumedang yang bewarna merah. Ultisol sendiri merupakan lahan marginal yang memiliki kendala dalam pemanfaatannya, yaitu mempunyai sifat fisik kimia dan biologi yang kurang mendukung pertumbuhan tanaman. Kendala pertumbuhan tanaman ini karena nilai pH dalam tanah yang biasanya masam, serta kandungan unsur hara yang rendah.
Dr.Hj. Betty Natalie Fitriatin A., Ir., MP (Foto: Lydia Okva Anjelia)*
Berangkat dari kenyataan tersebut, dosen Agroteknologi Fakultas Pertanian Unpad Dr.Hj. Betty Natalie Fitriatin A., Ir., MP., mencoba menemukan solusi untuk meningkatkan produktivitas lahan Ultisol tersebut. Sebagai seorang peneliti yang tekun meneliti tentang biologi dan biologi tanah, selama lima tahun terakhir ini, ia fokus meneliti tentang bakteri mikroba dan  mengembangkan pupuk biologi berbahan dasar Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA).
Menurutnya, untuk meningkatkan produktivitas lahan Ultisol perlu pemupukkan ke dalam tanah baik berupa pupuk buatan atau pupuk alam. Pupuk alam mempunyai kelarutan yang rendah sehingga tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Sedangkan dengan pemupukan buatan, banyak kendala yang dijumpai salah satunya yaitu efek residu pupuk yang dapat mencemari lingkungan, sehingga pemupukan yang terus menerus akan berdampak tidak baik bagi tanah dan lingkungan.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka Dr. Betty meneliti dan menemukan Mikroba Pelarut Fosfat (MPF). “MPF merupakan kelompok mikroba tanah yang mempunyai kemampuan mengekstraksi unsur fosfor (P) dari ikatannya, sehingga dapat melarutkan P yang asalnya tidak tersedia bagi tanaman menjadi tersedia bagi tanaman. Hal ini terjadi karena mikrobatersebut mengeluarkan asam-asam organik yang dapat melarutkan P di dalam tanah,” ungkapnya saat ditemui di ruang e-Learning Unpad Jln. Dipati Ukur no. 46 Bandung, Selasa (11/10) lalu.
Penerima penghargaan Satyalancana Karya Satya X Tahun 2009 ini mengatakan bahwa, mekanisme kerja MPF yang slow realease atau lambat ini dapat menjaga tanaman apabila sudah berada di dalam tanah, karena bakteri mikroba tersebut akan terus berkembang di dalam tanah. Untuk itu, penggunaan MPF selain meningkatkan efisiensi pemupukan dan mengurangi pengunaan pupuk-pupuk kimia juga dapat menghemat biaya.
“Dengan mengunakan MPF pupuk yang ramah lingkungan ini, kita dapat mendegradasi P anorganik, sehingga kita dapat mengurangi penggunaan pupuk hinga 25 persen,” lanjut Dr. Betty.
Dosen yang aktif dalam berbagai organisasi dan asosiasi pertanian ini tidak pernah merasa puas dengan penemuanya tersebut. Pada tahun 2007 ia mendapat dana hibah dari Kementerian Riset dan Teknologi untuk mengembangkan penelitiannya tentang mikroba. Dari dana hibah tersebut Dr. Betty mampu  mengkarakteristik sifat mikroba dari fosfatase.
“Dari penelitian ini saya dapat mengkarakteristik secara biokimia mikroba itu penghasil enzim fosfatase. Dimana mikroba tersebut selain mengeluarkan asam organik, juga menghasilkan enzim fosfatase,” jelasnya.
Mekanisme enzim fosfatase ini mendegradasi P organik, yaitu apabila memberikan pupuk kandang atau kompos pada tanah,  tanaman tidak  langsung dapat menyerap, karena pupuk tersebut dalam bentuk senyawa-senyawa organik. Untuk itu pupuk kandang atau kompos harus didegradasi terlebih dahulu oleh mikroba tersebut.
“Dengan enzim fosfatase, bakteri ini dapat membantu lebih cepat memecah atau mendegradasi senyawa organik yang terkandung dalam pupuk kandang atau kompos didalam tanah. Sehingga lebih cepat dalam meningkatkan ketersediaan P dalam tanah,” lanjut Dr. Betty.
Dari hasil penelitianya tersebut Dr. Betty bersama rekannya dari Laboratorium Bioteknologi Tanah, mengaplikasikan penemuanya tersebut  di Perkebunan Tebu PT Rajawali II Jatitujuh, Majalengka.  Selain itu, mereka  juga bekerja sama mengembangkan dan mengkomersialisasikan pupuk biologi berbahan dasar cendawan mikoriza arbuskular (CMA).
Pengalamannya dalam berorganisasi dan meneliti di bidang bakteri mikroba dan mikoriza ini, menjadikan Dr. Betty sering diundang menjadi narasumber di berbagai seminar tentang pertanian organik dan mikrobiologi baik di dalam maupun luar negeri. Berbagai penghargaan pernah ia raih, dan lebih dari 20 karya ilmiah dan penelitian telah ia publikasikan.
Saat ditanya mengenai suka duka dengan profesinya sekarang, perempuan kelahiran 27 Desember 1968 yang juga menjadi fasilitator di e-Learning Unpad  itu mengemukakan bahwa ia ingin terus meneliti dan hasil penelitiannya diharapkan dapat bermanfaat bagi orang banyak khususnya bagi para petani. Selain bermanfaat bagi petani, penelitiannya juga dapat dipergunakan sebagai bahan ajar bagi mahasiswanya.
“Sebagai dosen kita tidak bisa tidak meneliti.  Ilmu kan berkembang, apabila bahan ajar sesuatu hal yang baru bagi mahasiswa, itu akan jauh lebih menarik. Maka para mahasiswa akan lebih antusias terhadap perkuliahan dengan penemuan-penemuan baru tersebut,” pungkasnya. *

1 komentar:

ijin copas lg gan...mantap ni

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites